Minggu, 22 Agustus 2010

HIDAYAT NUR WAHID


Pimpinan MPR 2004-2009


Jakarta 06/10/2004: Ketua Umum PKS Dr. H.M. Hidayat Nur Wahid Calon Paket B (Koalisi Kerakyatan) terpilih menjadi Ketua MPR RI 2004-2009 dengan meraih 326 suara, hanya unggul dua suara dari Sucipto Calon Paket A (Koalisi Kebangsaan) yang meraih 324 suara, dan 3 suara abstain serta 10 suara tidak sah. Pemilihan berlangsung demokratis dalam Sidang Paripurna V MPR di Gedung MPR, Senayan, Jakarta 6 Oktober 2004.

Koalisi Kerakyatan mencalonkan Paket B yakni Hidayat Nur Wahid dari F-PKS sebagai calon ketua dan AM Fatwa dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), serta dua dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) BRAy Mooryati Sudibyo dari DKI Jakarta dan Aksa Mahmud dari Sulawesi Selatan masing-masing sebagai calon wakil ketua. Sedangkan Koalisi Kebangsaan mencalonkan Paket A yakni Sucipto dari Fraksi PDI Perjuangan sebagai calon ketua, kemudian Theo L. Sambuaga dari Fraksi Partai Golkar dan dua unsur DPD Sarwono Kusumaatmaja dari DKI Jakarta dan Aida Ismet Nasution dari Kepulauan Riau, masing-masing sebagai calon wakil ketua.

Dalam pidato pertamanya sebagai Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid menyebutkan lembaga MPR telah berubah kedudukan dan kekuasaannya sebagai akibat dari perubahan Undang-UndangDasar 1945 yang telah dilakukan oleh MPR pada periode yang lalu. Lembaga MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dengan kekuasaan yang tidak terbatas.

“Kini MPR mempunyai kedudukan yang sejajar dengan lembaga negara lainnya, seperti Presiden dan DPR. Demikian pula kekuasaan MPR jauh berkurang, kini hanya ada tiga tugas pokok, yaitu menetapkan dan mengubah Undang-Undang Dasar 1945, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya sesuai dengan Undang-undang Dasar,” kata Hidayat Nur Wahid.

Kepada segenap anggota MPR yang telah memilihnya, dari lubuk hati yang paling dalam Hidayat Nur Wahid menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Demikian pula, kepada anggota MPR yang pada kesempatan itu tidak memilihnya dengan penuh pengharapan Hidayat mengulurkan jabat tangan mengajak bergandengan tangan memajukan lembaga MPR agar dapat menjalankan tugas dan wewenangnya secara optimal dan maksimal. “Hal ini perlu kami tegaskan, karena dalam pandangan kami hanya dengan dukungan seluruh anggota MPR-lah kami dapat menunaikan tugas melaksanakan amanat rakyat,” tegas Hidayat Nur Wahid.

Sementara menjawab pertanyaan pers di tangga keluar Gedung Nusantara I MPR RI Senanyan tempat sidang berlangsung, Hidayat Nur Wahid menyebutkan akan terus mempertahankan undang-undang untuk melaksanakan kehidupan beragama yang menghadirkan persatuan dan kesatuan nasional. Sehubungan dengan interupsi salah seorang anggota MPR, terjadi usai pemilihan yang meminta agar seluruh anggota MPR mengamankan dan tidak mengubah pembukaan dan pasal 29 batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 perihal jaminan kebebasan beragama, serta agar tidak lagi mengangkat isu-isu syariat Islam, Hidayat Nur Wahid menyebutkan kekhawatiran semacam itu adalah sangat berlebihan. Karena, demikian Wahid, dengan sesungguhnya kita memang perlu mengamalkan pasal 29 yaitu kehidupan beragama.

Dikatakan Wahid, saat ini kehidupan beragama yang tidak dilaksanakan itu telah menghadirkan korupsi, menghadirkan perilaku yang tidak bermoral, menghadirkan penjualan perempuan, dan mengkhianati amanat rakyat. Beragama yang baik menurut Wahid adalah beragama yang akan menghadirkan perilaku yang bermartabat, perilaku yang membawa kita menjadi masyarakat yang berdaulat, dan itu ada dalam seluruh agama. Masing-masing pimpinan agama dikatakan Wahid mengajarkan yang baik dan benar sehingga tidak terjebak dalam terorism dan diskriminasi yang lainnya.

Perihal posisi Hidayat Nur Wahid sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang dalam Pemilu Presiden tahap kedua 20 September 2004 mendukung pasangan Presiden (Terpilih) Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden (Terpilih) Muhammad Jusuf Kalla, setelah terpilih menjadi Ketua MPR bagaimana nanti akan mengontrol Presiden, Hidayat Nur Wahid menyebutkan posisi demikian tidak ada masalah dalam konteks mendukung dan mengontrol. Karena, demikian Wahid, pada hakekatnya sebagai lembaga MPR mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sudah diatur dalam undang-undang.

Hidayat Nur Wahid mengatakan tugas utamanya adalah bagaimana memainkan peran MPR dalam konteks yang baru, sesuai dengan perubahan undang-undang dasar karena jelas sekali MPR harus pula mengatur pola hubungan lembaganya dengan DPR dan juga dengan DPD. Dipastikan oleh Wahid, tentu perubahan undang-undang dasar tidak akan dilakukan dengan semena-mena. “Kami akan melakukannya sesuai dengan aturan undang-undang itu sendiri.”

Menjawab pertanyaan lain perihal semakin mengkristalnya kekuatan politik antara kelompok religius dan nasionalis, Hidayat memastikan dalam kepemimpinannya tidak akan membedakan antara kelompok religius maupun kelompok nasionalisme. Karena, demikian Wahid, pada hakekatnya kelompok religius adalah juga kelompok nasionalis dan kelompok nasionalis juga adalah kelompok reliogius bila mereka melaksanakan ajaran agama.

Hidayat menyebutkan komitmen pertama yang akan dijalankannya sebagai Ketua MPR adalah menghadirkan konsolidasi dan kebersamaan dengan pimpinan MPR, untuk kemudian menghadirkan kebersamaa dengan pimpinan-pimpinan dari DPR dan DPD sehingga bisa melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan sinergis.*e-ti/ht
tokohindonesia.com